12 Agustus 2013

Konsekuensi Mahal Perubahan Iklim

Leave a Comment

Katrina atau Sandy, badai yang meninggalkan jejak kehancuran ekonomi. Dengan asuransi mikro, diharapkan warga miskin mendapat kesempatan untuk melindungi diri mereka.

Nama yang disandang mereka tidak berbahaya: Katrina, Sandy, El Niño (anak kecil) atau La Niña (gadis cilik). Namun peristiwa cuaca ekstrim ini meninggalkan penderitaan bukan saja bagi manusia tetapi juga konsekuensi ekonomi yang sangat besar.

Dalam tiga dekade terakhir, hampir 1,5 juta orang menjadi korban dari cuaca yang semakin ekstrim. 60 persen dari korban yang tewas akibat badai, banjir atau kekeringan, tinggal di wilayah termiskin di dunia. Sementara, kerugian material diderita negara-negara industri.

Akibat perubahan iklim, cuaca ekstrim, seperti badai, banjir dan suhu ekstrim, semakin kerap terjadi, menyebabkan kerugian jiwa dan ekonomi yang besar. Pertumbuhan penduduk, infrastruktur di perkotaan dan pertumbuhan kemakmuran di negara-negara industri memperburuk tren yang ada, karena ini berarti potensi timbulnya korban dan kerusakan menjadi lebih besar.
 
Dampak cuaca ekstrim bagi manusia
Menurut perusahan asuransi terbesar di dunia, Munich Re, antara tahun 1980 dan 2011, cuaca ekstrim telah menyebabkan kerusakan senilai 2,6 miliar Dollar AS. Lebih dari setengah kerugiaan ini timbul akibat badai. Hampir sepertiganya akibat apa yang disebut peristiwa hidrologi, termasuk di dalamnya adalah banjir. Dan 17 persen dari kerugian diakibatkan oleh kekeringan dan gelombang panas.

Semua kerugian tersebut memang diklaim pihak asuransi. Tapi pengeluaran yang terus meningkat, dalam jangka panjang model bisnis asuransi menjadi terancam. Oleh karena itu, terutama reasuransi*, bersama dengan lembaga penelitian, turut serta dalam proyek penelitian penyebab bencana.

Data tentang Perubahan Iklim

Sejak tahun 1970-an, Munich Re memiliki satu departemen untuk meneliti risiko yang berkaitan dengan peristiwa alam, Geo Risk Research. Sejak tahun 1980, data-data yang diperoleh disimpan dalam database yang sejauh ini berisi 30.000 masukan, yang disebutkan sebagai data terbesar sejenis di dunia.

“Pada awalnya hanya dugaan, lalu bukti terus menumpuk: Perubahan iklim menyebabakan peningkatan klaim dengan cepat,“ dikatakan Profesor Peter Höppe, kepala departemen Geo Risk Research di Munich Re. Sementara tingkat kejadian alam, seperti gempa bumi, tetap sama, jumlah yang berkaitan dengan bencana alam yang terkait dengan cuaca meningkat tiga kali lipat dalam tiga dekade terakhir. “Ini menunjukkan bahwa sesuatu telah berubah di atmosfer,“ dikatakan Peter Höppe,

Kerjasama dengan Peneliti Iklim

Peter Höppe mendapat dukungan dari Institut Penelitian Iklim Postdam PIK, yang selama bertahun-tahun telah bekerjasama dengan Munich Re. PIK mengirim informasi mengenai perubahan iklim global dan kemungkinan pengaruhnya pada manusia, alam dan ekonomi. “Prediksi tidak mungkin,“ ujar Friedrich-Wilhelm Gerstengarbe, pakar iklim dari PIK.

Namun, bisa diberikan model skenario yang dapat dimanfaatkan perusahaan asuransi untuk mengevaluasi model bisnis mereka. “Misalnya, seberapa tinggi risiko jika saya mengasuransikan rumah di pinggir sungai,“ dikatakan Friedrich-Wilhelm Gerstengarbe. Yang diteliti adalah gambaran keseluruhan, bukan badai tunggal, untuk mengevalusai apakah kasus yang terjadi memang berhubungan dengan perubahan iklim atau tidak. Ini merupakan pekerjaan yang menantang. Dan Gerstengarbe menambahkan, hasil yang diperoleh dapat meminimalkan dampak dari perubahan iklim.

Perubahan iklim pengaruhi hampir semua bidang
Misalnya Afrika Selatan. Sungai Orange, salah satu sungai terpenting di negara ini, secara ekonomi telah dimanfaatkan sampai kapasitasnya. “Jika perubahan iklim lebih menurunkan tingkat permukaan air, maka kita punya masalah besar,“ dikatakan Gerstengarbe. Dalam satu proyek, PIK telah meneliti perkembangan pola hujan di wilayah ini. Dengan hasil penelitian ini, warga setempat bisa mengambil keputusan, misalnya cara terbaik untuk memanfaatkan atau menghemat air.

Bank Data di Internet

PIK saat ini tengah membangun platform internet untuk memberikan informasi mengenai perubahan iklim dan konsekuensinya. Untuk tahap pertama, klimafolgenonline.com, menyediakan informasi mengenai pola cuaca di berbagai wilayah di Jerman. Informasi ini dapat dimanfaatkan para petani dan juga pemerintah sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.

Di masa depan, PIK berencana untuk mengembangkan platform internet ini untuk memberikan layanan informasi kepada seluruh dunia.

IHBS meneliti reaksi rumah terhadap badai
Perusahaan asuransi memiliki kepentingan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, Munich Re antara lain memberi dukungan pada simulator badai yang dikembangkan Institute for Business and Home Safety IBHS di Amerika Serikat.

Dalam terowongan angin yang dimiliki institut ini dapat diteliti bagaimana model rumah menghadapi terjangan badai kuat. Pengetahuan yang dikumpulkan nantinya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan gedung.

Pihak asuransi juga tertarik pada masalah pencegahan banjir dan terlibat dalam berbagai komite untuk meningkatkan tindakan pencegahan. Selain itu, pada April 2005, Munich Re mendirikan Munich Climate Insurance Initative MCII, yang ditujukan bagi warga yang keberadaannya terancam oleh peristiwa cuaca ekstrim namun tidak mampu mengambil polis asuransi.

Asuransi bagi Warga Miskin

Inisiatif ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada para petani atau nelayan di negara berkembang dan ambang industri untuk melindungi diri dari kehancuran finansial akibat bencana cuaca dengan apa yang disebut asuransi mikro. Dan polis asuransi ini dapat dibiayai dari kontribusi dari negara-negara industri, karena negara-negara ini dianggap paling bertanggung jawab atas perubahan iklim.

Dengan dukungan Kementrian Lingkungan Hidup Jerman, MCIII mengembangkan satu konsep asuransi bagi Karibia yang hancur dilanda badai. Tujuannya adalah untuk melindungi petani kecil dan buruh harian dari kehilangan mata pencaharian mereka. Di Filipina, yang kerap dilanda hujan deras dan badai, Munich Re juga bekerja sama dengan badan bantuan Jerman GIZ serta perusahaan asuransi lokal untuk memperkenalkan apa yang disebut “asuransi mikro indeks cuaca”.

“Pembayaran kecil sudah cukup untuk misalnya membeli benih dan untuk mempertahankan hidup,” dikatakan Prof. Peter Hoppe.

*Reasuransi adalah kebijakan satu perusahaan asuransi untuk melindungi dirinnya terhadap resiko asuransi dengan memanfaatkan jasa dari perusahaan asuransi lain.

Read More...

Bumi Alami Suhu Tertinggi dalam 11 Ribu Tahun Terakhir

Leave a Comment
Antrian panjang kendaraan terlihat di jalanan Beijing diantara gedung-gedung pencakar langit yang tertutup asap polusi (Foto: dok). Sebagian ilmuwan mengatakan kegiatan manusia dan polusi dari mobil dan pabrik juga ikut berperan dalam memanasnya suhu Bumi.
Antrian panjang kendaraan terlihat di jalanan Beijing diantara gedung-gedung pencakar langit yang tertutup asap polusi. Sebagian ilmuwan mengatakan kegiatan manusia dan polusi dari mobil dan pabrik juga ikut berperan dalam memanasnya suhu Bumi. Foto : AP. 
Hasil penelitian baru yang dimuat dalam jurnal “Science” mengatakan planet kita saat ini sedang menjadi paling panas dalam 11 ribu tahun terakhir.
Para peneliti menggunakan fosil dan data-data lain dari seluruh dunia untuk merekonstruksi suhu sedunia sejak berakhirnya Zaman Es yang terakhir.

Mereka menyimpulkan bahwa Bumi dahulu semakin dingin sebelum mengalami kenaikan suhu global setelah tahun 1910. Dan mereka mengatakan 10 tahun terakhir adalah salah satu yang paling panas dalam catatan.

Sebagian ilmuwan mengatakan kegiatan manusia dan polusi dari mobil dan pabrik menyebabkan Bumi memanas. Lainnya mengatakan kekuatan alam menyebabkan pemanasan global. (Voa).

Read More...

Terumbu Karang Masa Depan Kita

Leave a Comment
Ilustrasi : terumbu karang. foto  : fakhrizalsetiawan.wordpress.com
Saat berkunjung ke Kepulauan Seribu beberapa waktu yang lalu, saya jadi semakin cinta laut. Sebuah perasaan yang tak pernah timbul sebelumnya. Pasalnya, saya kurang begitu suka dengan hawa panas yang tercipta. Namun perasaan itu hilang dengan sendirinya, berganti rasa takjub yang tiada tara.
Sebelumnya saya lebih memilih berada di ketinggian, tepatnya di pegunungan yang penuh rimbunan pepohonan. Selain itu, aroma serasah dengan hawanya yang sejuk, turut membuat saya terpesona. Ini yang jadi alasan mengapa saya begitu cinta pada hutan dan gunung. Apalagi kegiatan alam bebas (baca: mendaki gunung) telah saya geluti sejak lama.

Namun, semua mulai berubah saat saya mengikuti Fieldltrip yang diadakan oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS). Saat itu kami diajak snorkeling di kawasan Pulau Pramuka, tepatnya di Baliho TNKpS. Baliho ini merupakan pondok dan jaring apung besar, tempat mendapatkan informasi dan pemanduan wisata, sekaligus berfungsi tempat melihat pemberian makan ikan besar. Selain itu, Baliho juga berfungsi sebagai pusat pendidikan snorkeling, diving dan memancing di rumpun alami, termasuk melihat percontohan dan riset transplantasi karang sistem ‘Rock Pile’.

Di tempat ini kita bisa menemukan aneka jenis karang hanya dengan kedalaman 2 – 5 m. Kebanyakan karang-karang disini merupakan ekosistem alami yang sudah ada sejak dulu. Sebelum kawasan ini dijadikan kawasan konservasi dan dinamakan Baliho oleh TNKpS, dulunya menjadi lokasi pengambilan karang alam oleh oknum tak bertanggungjawab, demi nafsu belaka.

Namun semenjak adanya larangan penjualan karang alam, pengrusakan terumbu karang mulai berkurang. Kegiatan ini makin diperketat dengan adanya razia yang dilakukan oleh jagawana penjaga terumbu karang. Aktivitas mereka (baca; perusak) semakin sempit. Mau gak mau, mereka harus ikut melakukan transplantasi karang secara buatan. Pasalnya, di pasar nasional maupun internasional penjualan karang hanya dimungkinkan jika berasal dari transplantasi karang buatan, yang gampang dikenali dari dudukan karangnya (baca: terbuat dari semen), berbeda dengan karang asli.

Puas snorkeling di Baliho, kegiatan di lanjutan di APL (Areal Perlindungan Laut) tak jauh dari Baliho berada. Jika di baliho, terumbu karangnya tak begitu banyak, berbeda dengan APL. Selain lebih dalam, terumbu karang aneka rupa dan warna menghiasi wilayah APL, lebih kurang 5 km². Di tempat ini, karya sang Maestro alam sungguh nyata adanya. Dengan snorkeling, kita bisa menikmati keindahan taman koleksi yang mencakup ± 114 jenis karang hias yang terdapat di kepulauan seribu.

Asal Muasal

Ternyata ekosistem ini di bangun oleh biota-biota laut penghasil kapur, khususnya jenis karang batu dan algae penghasil kapur (CaCO3), merupakan ekosistem yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan maksimumnya, terumbu karang membutuhkan perairan jernih dengan suhu hangat, gerakan gelombang besar, serta sirkulasi yang lancar dan terhindar dari proses sedimentasi.

Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan paling tinggi keanekaragaman hayatinya. Produktivitas primernya mencapai sekitar 10.000 gram carbon/m²/tahun. Angka ini jauh melampaui produktivitas perairan laut lepas pantai yang hanya 50 – 100 gram carbon/m²/ tahun.
Ekosistem ini juga merupakan tempat ideal bagi pemijahan, pengasuhan dan mencari makan dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu, secara otomatis produk ikan di daerah terumbu karang sangat banyak. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Selain itu, terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi.

Dari sisi sosial, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata.

Jenis-jenis karang

Berdasarkan data, seluruh pulau di gugusan kepulauan seribu di kelilingi terumbu karang yang dibedakan menjadi dua kelompok, yakni, karang keras/ batu dan karang lunak.

Koloni karang tersebut di bangun oleh beribu-ribu hewan kecil yang mempunyai bentuk dan ukuran sangat bervariasi. Di Kepulauan Seribu diperkirakan terdapat 257 jenis binatang karang yang hidup pada kedalaman kurang dari 30 m.

Adapun koloni karang yang cukup dominan di kawasan ini adalah: Bentuk lembar daun (foliosa). Karang ini berbentuk lembaran-lembaran pipih seperti daun. Bentuk strukturnya rapuh dan mudah patah. Kedua, bentuk kerasa (massive). Umumnya karang ini berbentuk bola atau setengah bola dengan struktur cukup kokoh. 

Terumbu Karang, rumah bagi ikan kecil. Foto : Wikipedia.
Ketiga, bentuk jamur (mushroom coral). Karang ini berbentuk menyerupai jamur. Keempat, bentuk cabang (branching coral). Karang ini bercabang dan tumbuh melebar dengan permukaan rata berbentuk bulat dengan struktur sangat rapuh dan mudah patah. Kelima, bentuk merayap, mengikuti substan (encrusting). Karang ini umumnya tumbuh merayap diatas karang yang telah mati.

Masa Depan Terumbu Karang

Terumbu karang yang tersebar dalam aneka rupa dan warna, ternyata memiliki manfaat yang sangat dibutuhkan manusia, diantaranya untuk kegiatan pariwisata, perikanan dan perlindungan pantai.

Saat ini, ekosistem terumbu karang secara terus menerus mendapat tekanan akibat berbagai aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tak langsung. Beberapa aktivitas manusia yang secara langsung dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang adalah menangkap ikan dengan menggunakan bom dan racun sianida (potas), pembuangan jangkar, berjalan diatas terumbu karang, penggunaan alat tangkap muroami, penambangan batu karang, penambangan pasir dan sebagainya.

Adapun aktivitas manusia yang secara tidak langsung bisa menyebabkan kerusakan terumbu karang adalah sedimentasi yang disebabkan aliran lumpur dari daratan akibat penggundulan hutan dan kegitan pertanian, penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan, sampah plastik dan lain-lain.

Sementara itu, ancaman terhadap ekosistem terumbu karang juga dapat disebabkan oleh adanya faktor alam. Baik berupa angin topan, badai Tsunami, gempa bumi, pemangsaan oleh CoTs (crown-of-thorns starfish) dan pemanasan global yang menyebabkan pemutihan karang.

Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI), terumbu karang di Indonesia hanya tinggal 7% yang berada dalam kondisi sangat baik, 24% dalam kondisi baik, 29% dalam kondisi sedang dan 40% berada dalam kondisi mengkhawatirkan (Suharsono, 1998). Diperkirakan Terumbu karang akan berkurang sebanyak 70% dalam waktu 40 tahun, jikatidak dikelola dengan baik.

Padahal, perkiraan penghitungan nilai produksi perikanan dari terumbu karang sangat tergantung pada kondisi terumbu karang dan kualitas pemanfaatan serta pengelolaan oleh masyarakat sekitar. Sebagai analogi dapat dilihat dari daerah perlindungan laut (marine sanctuary) yang dapat menghasilkan US$ 24.000/km²/tahun, jika penangkapan ikan dilakukan secara berkelanjutan.

Terumbu karang dengan kondisi yang sangat baik tanpa daerah perlindungan laut diatasnya dapat menghasilkan US$ 12.000/ km²/tahun, jika penangkapan dilakukan secara berkelanjutan. Terumbu karang dengan bahan peledak atau pengambilan destruktif lainnya (baca: penambangan karang, pengrusakan dengan jangkar, dsb) menghasilkan jauh lebih sedikit keuntungan ekonomi. Kawasan terumbu karang yang sudah rusak, hanya mampu menghasilkan US$ 6.000/km²/tahun hingga 2.000/km²/tahun. Apabila terumbu karang sudah mengalami tangkap lebih (overfishing), maka keuntungan ekonomi akan menurun sangat tajam.

Terumbu karang memiliki nilai lain, selain nilai ekonomi. Di Philiphina misalnya, diperkirakan 1 Km² terumbu karang sehat dapat menghasilkan keuntungan tahunan antara US$ 15.000 – US$ 45.000 dari perikanan secara berkelanjutan. US$ 2.000 – US$ 20.000 dari keuntungan pariwisata dan keuntungan ekonomi sebesar US$ 5.000 – US$ 25.000 dari perlindungan pesisir pantai dengan total keuntungan US$ 32.000 – US$ 113.000/Km²/tahun (White and Cruz Trinidad, 1998).

Lalu, mengapa kita begitu rajin merusak ciptaan Tuhan ini? Bukankah semestinya, kondisi lestari, peluang ekonomi bisa kita hasilkan lebih tinggi tanpa merusak. Atau, tidak mampu kah kita berpikir lebih jernih, demi sebuah hasil prematur. Karena bicara pelestarian, berbicara mengenai warisan anak cucu kita kelak. (Jeksen Simanjuntak)

Read More...

NASA : Es Kutub Utara Menipis Dramatis Sejak 2004

Leave a Comment
Beberapa ilmuwan di lembaga antariksa AS, NASA melaporkan Es di laut Kutub Utara telah menipis secara dramatis sejak 2004, dan es yang lebih tua serta lebih tebal pecah dan membuka jalan bagi es yang lebih muda dan lebih tipis, yang mencair pada musim panas di Bumi belahan utara.

Para peneliti selama bertahun-tahun telah mengetahui bahwa es yang menutupi Laut Kutub Utara telah menyusut di satu daerah, tapi data baru satelit yang mengukur ketebalan es memperlihatkan volume es laut juga menyusut.

Itu penting karena es yang lebih tebal dan lebih ulet dapat bertahan dari musim panas ke musim panas berikutnya.

Tanpa lapisan es, perairan gelap Laut Kutub Utara lebih mudah menyerap panas sinar Matahari dan bukan memantulkannya sebagaimana terjadi pada es yang berwarna cerah, sehingga menambah kecepatan dampak pemanasan.

Melalui laporan yang dikirimkan pesawat antariksa ICESat, yang digunakan NASA, para ilmuwan menggambarkan bahwa secara keseluruhan es Laut Kutub Utara menipis sebanyak 7 inci (17,78 centimeter) per tahun sejak 2004, sebanyak 2,2 kaki (0,67 meter) selama empat musim dingin. Temuan mereka dilaporkan di "Journal of Geophysical Research-Oceans".

Seluruh daerah yang tertutup es yang lebih tua dan lebih tebal yang sintas setidaknya selama satu musim panas kini menyusut sebanyak 42 persen.

Di luar itu, data baru satelit memperlihatkan bahwa bagian es tua yang keras menipis secara bersamaan dengan meningkatnya jumlah es muda yang rapuh, keterangan yang sulit dilihat dengan jelas dari data sebelumnya.

Pada 2003, sebesar 62 persen dari seluruh volume es di Kutub Utara tersimpan di dalam lapisan es selama bertahun-tahun dan 38 persen es musiman pada tahun pertama. Sampai tahun lalu, 68 persen adalah es tahun pertama dan 32 persen es tahun-tahun berikutnya yang lebih keras.

Tim peneliti itu mengatakan, kelainan dan pemanasan global belakangan ini diduga di dalam sirkulasi es laut sebagai penyebabnya.

"Kita kehilangan lebih banyak es tua, dan itu penting," kata Ron Kwok dari "Jet Propulsion Laboratory" di Pasadena, California, sebagaimana dilaporkan kantor berita Inggris, Reuters yang dilansir Antara.

"Pada dasarnya kami mengetahui berapa banyak daerah tersebut menyusut, tapi kami tidak mengetahui seberapa tebal."tambahnya.

Untuk mengetahui volume es itu, pesawat antariksa NASA, ICESat, mengukur seberapa tinggi es tersebut mencuat di atas permukaan laut di Kutub Utara, kata Kwok dalam satu wawancara telefon.
"Jika kami mengetahui seberapa banyak es mengambang di atas, kami dapat menggunakan itu untuk menghitung sisa ketebalan es tersebut," kata Kwok. "Sekitar sembilan-persepuluh es itu berada di bawah air, katanya.

Pengukuran ICESat tampaknya mencakup seluruh Kutub Utara, dan semua itu digabungkan dengan pengukuran volume es yang dilakukan oleh kapal selam, yang hanya mencakup beberapa kali perjalanan di seluruh daerah tersebut.

Es Laut Kutub Utara mencair sampai tingkat paling rendah keduanya tahun lalu, naik sedikit dari tingkat rendahnya sepanjang waktu pada 2007, demikian Pusat Data Es dan Salju AS

Es Kutub Utara adalah satu faktor dalam pola cuaca dan iklim global, karena perbedaan antara udara dingin di kedua kutub Bumi dan udara hangat di sekitar Khatulistiwa menggerakkan arus udara dan air, termasuk arus yang memancar.

sumber: http://www.beritalingkungan.com/2009/07/nasa-es-kutub-utara-menipis-dramatis.html
Read More...